November 23, 2024

Sejak 14 Juli 2017, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Republik Indonesia memerintahkan kepada seluruh perusahaan penyedia layanan internet untuk memblokir sebelas Domain Name System (DNS) yang dipakai Telegram untuk menyediakan layanan versi web miliknya. Meski demikian, layanan Telegram berbasis aplikasi masih bisa digunakan seperti biasa.

Kemkominfo memblokir layanan Telegram versi web karena ditengarai berisi ribuan konten tentang radikalisme dan terorisme. Dirjen Aplikasi dan Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan bahwa pengguna bisa mengirim file dengan ukuran yang lebih besar jika menggunakan layanan Telegram versi web. “Bisa mengirim file hingga 1,5 GB. Mereka banyak menggunakan web karena keunggulannya bisa lebih dirasakan,” ujar Semuel.

Pemerintah memblokir layanan web Telegram karena pergerakan teroris saat ini menjadi kalang kabut karena sulit berkoordinasi. Pemblokiran ini, kata Semuel, baru akan dicabut jika Telegram memenuhi persyaratan normalisasi sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.

Suasana jumpa pers di Kemkominfo terkait pemblokiran Telegram

Tiga permintaan pemerintah kepada Telegram

Pada 16 Juli 2017, Pavel Durov selaku CEO Telegram telah menyampaikan permohonan maaf terkait kelambatan menangani laporan dari Kemkominfo. Laporan tersebut berisi permintaan untuk menutup sejumlah kanal publik di layanan Telegram yang mengandung konten terorisme.

Setelah ada respons dari pihak Telegram, Kemkominfo mengajukan tiga permintaan sebagai syarat pencabutan pemblokiran. Telegram harus memenuhi tiga syarat itu secara kumulatif sebelum mengajukan permohonan normalisasi sebelas DNS yang diblokir pemerintah. Ketiga permintaan tersebut meliputi:

  • Meminta Telegram membuat Government Channel agar bisa berkomunikasi lebih cepat dan efisien.
  • Status Kemkominfo di Telegram ditingkatkan sebagai trusted flagger terhadap akun atau kanal dalam layanannya.
  • Telegram membuka perwakilan di Indonesia.

Telegram 6

Kemkominfo tak akan pantau percakapan pribadi

Bila nanti pihak Telegram sudah memenuhi semua persyaratan yang diminta Kemkominfo, Semuel menyatakan pihaknya tidak akan melakukan pemantauan terkait percakapan pribadi antarpengguna. Demikian juga terkait percakapan yang terjadi dalam grup-grup di Telegram.

“Ya enggak lah. Ini kan untuk mengakses yang terkait terorisme saja. Yang diawasi adalah konten-konten radikalisme, bertentangan dengan perundang-undangan di Indonesia dan merusak keutuhan bangsa,” ujar Semuel.

read also

Selain terorisme, kata Semuel, pihaknya juga memantau hal-hal yang berkaitan dengan narkoba dan pornografi, termasuk pornografi anak. Di luar itu, Semuel memastikan pihaknya memberikan perlindungan data pribadi pada setiap warga negara Indonesia.

“Kita hanya memantau orang yang punya niatan jahat terhadap bangsa dan negara. Kita melindungi privacy semua penduduk. Ada Peraturan Menteri tentang Perlindungan Data Pribadi yang akan ditingkatkan menjadi Undang-undang,” tegas Semuel.

Sumber: Tech in Asia

About Author