Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencana keringanan pajak untuk startup unicorn sebagai bentuk dukungan ekonomi digital, pasca terpilih kembali untuk memimpin Indonesia sampai lima tahun ke depan.
Dalam wawancara dengan Nikkei Asian Review, menurutnya keringanan pajak akan membantu Indonesia menemukan unicorn berikutnya, sekaligus meningkatkan investasi di negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
“Kami ingin Indonesia menjadi rumah bagi tech giant. Kami memiliki pasar dan pekerja terampil. Dan Indonesia sudah memiliki empat unicorn, kami akan selalu mendorong startup dan memberi mereka ruang untuk tumbuh,” kata Joko Widodo.
Ekonomi digital Indonesia diestimasi bernilai $27 miliar di 2018, tiga kali lebih besar dari Singapura. Empat unicorn lokal, Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak disebutkan telah membantu ekonomi sekitar 5% setiap tahun selama setengah dekade terakhir.
Jokowi menjelaskan rencana keringanan pajak (super deductible tax) ini sedang dibahas oleh Kementerian Keuangan dan akan dirilis bulan depan. Langkah ini bertujuan untuk mendorong pengembangan sumber daya manusia di sektor digital, industri yang berorientasi ekspor, dan bisnis-bisnis lokal yang memproduksi barang pengganti impor.
“Mudah-mudahan akan membuat para investor lebih antusias untuk berinvetasi ke Indonesia,” tambahnya.
Di samping itu, Jokowi juga mengatakan untuk menjadikan Indonesia sebagai ekonomi terbesar di 2020, perlu adanya efek riak dengan menghubungkan ekosistem online dan offline. Oleh karena itu, dia mendorong unicorn Indonesia untuk bantu usaha kecil dan mikro agar tumbuh bersama.
“Itu berarti unicorn tidak tumbuh sendirian, mereka harus membawa usaha kecil (untuk tumbuh bersama).”
Rencana peringanan pajak ini tertuang dalam beleid PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan (super deductible tax) dalam Tahun Berjalan.
Dalam revisi PP, akan berisi soal pemberian pengurangan pajak sebesar 100% ditambah 100% bagi perusahaan yang berinvestasi di bidang pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan vokasi.
Sebenarnya pemerintah juga berencana untuk memberi keringanan pajak untuk perusahaan yang mengembangkan riset di Indonesia. Hanya saja aturan ini masih terus dikaji.
Incar pajak dari Google dan Facebook
Di pertemuan G20 di Jepang, negara-negara G20 telah menyepakati kerja sama perpajakan internasional dan peningkatan transparansi perpajakan secara global. Kerja sama ini dilakukan untuk memerangi penghindaran pajak, sekaligus menghadapi era digital yang menyebabkan erosi basis perpajakan di seluruh dunia.
Isu ini masih terus menghantui Indonesia, yang disampaikan oleh kantor pajak kepada Jokowi. Perusahaan seperti Google dan Facebook gagal membayar pajak penghasilan, meskipun memperoleh pendapatan iklan dalam jumlah besar di Indonesia.
Dikutip dari CNN Indonesia, Kementerian Keuangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan selama ini pemerintah berupaya untuk mengenakan pajak kepada sejumlah perusahaan digital dengan dasar yang sejalan dilakukan oleh negara-negara G20.
Dalam hal ini, pengenaan pajak dilakukan atas aktivitas usahanya di Indonesia, meski kantornya berada di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah.
Rencananya, negara-negara G20 akan menyepakati kerangka dan prinsip perpajakan internasional untuk mencegah upaya penghindaran pajak dan menghadapi perkembangan ekonomi digital dalam pertemuan di Arab Saudi tahun depan.
“Dengan kerja sama internasional dan transparansi perpajakan global, maka akan semakin sulit bagi siapapun untuk menghindari dan menyembunyikan kewajiban perpajakan,” kata Sri Mulyani.
Sumber: Daily Social