Berbicara soal persaingan, peta persaingan startup teknologi di Indonesia cukup seru di tahun 2016. Persaingan tersengit di tahun 2016 sepertinya tetap dipegang oleh layanan transportasi online. Dana berlimpah, membuat pertarungan mereka memperebutkan hati pelanggan dengan hujan promo dan peningkatan layanan menarik untuk disimak.
Untuk layanan e-commerce, aroma bakar duit yang begitu ketara tahun lalu mulai berkurang tahun ini. Jika sebelumnya mereka gencar beriklan di saluran ATL (above the line), tahun ini strategi itu tak lagi populer.
Layanan streaming yang membanjiri tanah air sejak tahun 2015 juga tengah bersaing sengit. Persaingan ini terasa pada layanan streaming musik dan video. Berikut pembahasan selengkapnya.
1. Grab – GO-JEK – Uber
Persaingan Grab, GO-JEK, dan Uber makin sengit di tahun 2016. Perang tarif masih terus berlanjut, begitu pula dengan pesta diskon demi menggaet pengguna. Ketiganya juga perang layanan, bisa dilihat sebab mereka saling meniru fitur. Sebagai contoh, pada Mei 2016, Grab menyediakan layanan pesan antar makanan dengan Grab Food. Langkah Grab ini mengikuti GO-JEK yang telah lebih dulu menyediakan layanan antar makanan GO-FOOD.
Tahun ini GO-JEK dan Grab juga sama-sama mengeluarkan layanan pembayaran nontunai di aplikasi mereka. Grab dengan GrabPay dan Gojek dengan GO-PAY. Meski demikian, Grab memperkenalkan GrabPay terlebih dulu di Indonesia pada Februari 2016.
Saat itu GrabPay baru bisa digunakan dengan kartu kredit saja. Ini mirip dengan Uber yang waktu itu juga hanya bisa dibayar menggunakan kartu kredit. Pada Juni, Grab menambah fitur pembayarannya dengan kartu debit. Agustus, Grab menambahkan lagi fitur pembayarannya dengan Mandiri E-Cash.
Tahun ini Gojek juga gencar mengajak penggunanya untuk memanfaatkan pembayaran nontunai GO-PAY miliknya yang meluncur sejak Mei. Misalnya dengan memberikan promo tarif setengah harga jika penumpang membayar menggunakan GO-PAY.
GO-JEK juga tak segan memasang iklan di billboard untuk promosi layanannya ini. Belakangan, untuk memudahkan pengguna, penambahan saldo bisa dilakukan lewat pengemudi GO-JEK.
Langkah serupa lantas diikuti pula oleh Grab. Dengan menuliskan kode promo tertentu, penumpang yang membayar menggunakan GrabPay akan mendapat potongan setengah harga.
Sementara Uber bergerak ke arah sebaliknya. Jika sebelumnya Uber hanya bisa dibayar menggunakan kartu kredit, sejak akhir 2015 Uber akhirnya bisa dibayar dengan uang tunai dan pada Februari 2016 Uber juga bisa dibayar dengan kartu debit.
Inovasi lain adalah dikenalkannya layanan UberPOOL pada Mei 2016. Dengan layanan ini, kamu bisa nebeng pengemudi yang memiliki tujuan searah. Dengan demikian, biaya yang dibayarkan bisa lebih murah. Layanan dengan konsep yang serupa pun lantas dihadirkan Grab dengan layanan GrabHitch. Hanya saja GrabHitch ditujukan bagi pengguna motor.
Jiplak-menjiplak layanan masih terus berlanjut. Pada Oktober, Uber mengumumkan bahwa total biaya perjalanan mereka kini bisa dilihat di muka. Ini membuat layanan Uber serupa dengan Grab dan GO-JEK yang sejak awal telah memberikan kejelasan tarif yang akan dibayar pengguna di muka. Sebelumnya, tarif Uber baru terlihat jika perjalanan telah selesai dilakukan.
Persaingan juga tampak dari sisi investasi. Pada Agustus, GO-JEK resmi mendapat tambahan investasi sebesar Rp7,2 triliun. Investasi ini membuat perusahaan transportasi online ini didaulat jadi perusahaan unicorn pertama di Indonesia.
Pendanaan ini diperkirakan meningkatkan valuasi GO-JEK menjadi US$1,2 miliar (sekitar Rp15,7 triliun). Angka ini mendekati valuasi pesaing mereka di tanah air, Grab, yang bernilai US$1,6 miliar (sekitar Rp21 triliun). Meski demikian, angka valuasi kedua startup ini tetap jauh di bawah Uber yang telah mencapai US$68 miliar (sekitar Rp891,6 triliun).
2. Bukalapak – Tokopedia
Sementara di ranah e-commerce, persaingan dua marketplace lokal, Bukalapak dan Tokopedia masih ketat. Dari segi iklan komersil, keduanya tampak menurunkan tensi. Sepertinya ini sejalan dengan tren e-commerce yang mulai mengendurkan biaya marketing mereka lantaran seretnya pendanaan dari investor bagi e-commerce.
Tahun lalu, Tokopedia sangat royal mengeluarkan biaya marketing lewat iklan dan ambassador. Tapi, tahun ini Tokopedia lebih low profile. Iklan Tokopedia tak lagi wara-wiri di media elektronik. Tapi beberapa iklan di billboard jalan-jalan protokol masih tampak.
Sementara Bukalapak lewat COO barunya, Willix Halim, menyebutkan akan lebih bijak untuk membelanjakan dana marketing. Meski demikian, iklan Bukalapak ternyata masih tampak di media elektronik nasional jelang Hari Belanja Online Nasional.
Di sisi lain, keduanya juga bersaing soal jumlah pedagang yang ada di platform mereka. Pada Maret 2016, Bukalapak tercatat memiliki jumlah penjual terbesar dengan 800 ribu penjual. Namun, angka ini berhasil disusul Tokopedia dengan merangkul satu juta penjual pada Agustus 2016.
Bukalapak dan Tokopedia juga bersaing dalam hal layanan antar. Pada Mei 2016, Tokopedia menyediakan jasa pengantaran barang cepat berkat kerjasama dengan GO-JEK. Layanan serupa juga disajikan Bukalapak bagi penggunanya pada September 2016. Dari segi investasi, Tokopedia lebih beruntung. Sebab, Tokopedia mendapat tambahan kucuran pendanaan sebesar USD147 juta pada April 2016.
3. Joox – Spotify
Joox hadir di Indonesia pada akhir 2015, sementara Spotify hadir pada Maret 2016. Meski sebelumnya sudah ada layanan streaming musik serupa, seperti Guvera, Deezer, MelOn, dan Langit Musik, namun agresivitas ekspansi pasar Joox dan Spotify seakan menenggelamkan gema layanan streaming musik yang sudah lebih dulu ada.
Ini terlihat dari jumlah unduhan terpopuler di Indonesia, di mana Joox dan Spotify menempati dua aplikasi streaming musik teratas. Dua aplikasi ini merajai Play Store maupun App Store, berdasarkan data App Annie per Januari 2017. Disusul oleh Yonder yang datang ke Indonesia dengan menggandeng XL Axiata. Sementara Guvera dan Deezer masih jauh tertinggal di bawah. Ini senada dengan data McKinsey yang menyebutkan bahwa Joox menjadi layanan streaming nomor satu di Indonesia.
Selain itu, belakangan diberitakan bahwa Spotify memberikan layanan video juga pada aplikasinya. Video yang disajikan berisi soal sejarah musik dan budaya termasuk penampilan para musisi secara live, wawancara, dan arsip rekaman, dengan total durasi 15 menit. Fitur video semacam ini sudah dikeluarkan Joox sebelumnya. Hanya saja Joox mengemasnya sebagai siaran live streaming dengan konsep talkshow.
4. HOOQ – Viu – iflix
Tiga layanan streaming video ini masuk ke Indonesia pada 2016. Dari ketiga layananan streaming video ini, iflix terlihat lebih gencar melakukan promosi ketimbang layanan video streaming lain. Namun, ternyata HOOQ dan Viu punya total pengunduh lebih besar ketimbang iflix baik di Play Store maupun App Store.
Untuk menggaet pengguna, ketiganya sama-sama menggandeng operator. iflix beraliansi dengan Indosat, sementara Hooq dan Viu bergandengan dengan Telkomsel. Kerja sama antara Indosat dan iflix memberikan kuota khusus untuk streaming iflix kepada pengguna dengan berlangganan paket data tertentu dari Indosat. Selain itu, iflix juga bekerja sama dengan Telkom dengan memberikan akses gratis bagi pengguna IndiHome.
Sementara Viu menggandeng Telkom, Telkomsel, dan Samsung. Kerja sama dengan Telkom memberikan akses gratis Viu selama dua sampai enam bulan. Sementara kerja sama dengan Samsung, memberikan layanan streaming video gratis selama setahun bagi pengguna Samsung seri tertentu.
Kerja sama Viu dengan Telkomsel, serupa dengan layanan kerja sama dengan HOOQ. Di mana Telkomsel memberikan paket khusus agar pengguna bisa mendapat kuota khusus untuk melakukan streaming layanan Viu dan HOOQ tanpa menyedot kuota data pengguna.
Sumber: Tech in Asia