November 23, 2024

Di era menjamurnya smartphone seperti sekarang ini, video sudah menjadi kebutuhan yang sangat sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Selalu saja ada waktu yang dihabiskan untuk menonton konten video, baik itu video “berat” seperti berita atau dokumenter, hingga hiburan seperti video musik dan meme.

Sayangnya, menikmati konten video (apalagi dengan resolusi HD) perlu sumber daya yang cukup besar. Kamu membutuhkan koneksi internet yang cepat dan stabil, serta paket data yang cukup untuk mengunduh video ataupun menontonnya secara streaming. Bagi pengguna jaringan broadband di desktop, hal ini mungkin tidak masalah. Tapi penikmat video di perangkat mobile tentunya harus berpikir dua kali.

Salah satu negara di Asia yang menduduki peringkat rendah dalam hal kecepatan rata-rata internet adalah India. Berdasarkan laporan dari Akamai pada pertengahan 2016, rata-rata kecepatan internet di  negara Sungai Gangga hanya 3,6 Mbps untuk koneksi broadband, dan hanya 3,3 Mbps untuk jaringan mobile. Angka ini hanya setengah dari kecepatan rata-rata koneksi di Indonesia.

Untuk memfasilitasi pengguna internet dengan keterbatasan tersebut, Google baru-baru ini meluncurkan aplikasi baru yang bernama YouTube Go. Saat ini YouTube Go masih dalam fase beta dan baru tersedia secara khusus di India.

Aplikasi ini memiliki berbagai fitur khusus yang didesain demi penghematan data pengguna, bahkan Google berkata bahwa YouTube Go menerapkan filosofi “offline first”.

Berikut ini adalah beberapa fitur utama yang dimiliki YouTube Go:

  • Pengguna bisa memilih untuk menonton video secara streaming atau langsung mengunduhnya
  • Setiap video memiliki preview singkat yang bisa dilihat sebelum menonton
  • Pengguna bisa membatasi berapa megabyte data yang digunakan oleh video
  • Pengguna bisa menyimpan video ke SD card
  • Pengguna bisa mengirim video ke perangkat lain lewat jaringan offline
  • Mendukung sistem operasi lama hingga Android Jellybean

Indonesia juga butuh

YouTube Go | Screenshot 1

Tak hanya India, masyarakat Indonesia pun sebenarnya bisa mendapat manfaat dari aplikasi serupa. Memang benar, secara rata-rata kecepatan internet mobile di Indonesia cukup tinggi (6,9Mbps). Tapi persebaran sinyal yang kurang merata ditambah penetrasi 4G/LTE yang masih rendah (di bawah sepuluh persen) menunjukkan bahwa kebanyakan pengguna internet mobile di negara kita masih belum bisa menikmati konten video dengan lancar sepanjang waktu.

Usaha para penyedia layanan teknologi untuk menjangkau pengguna di negara internet tertinggal sebetulnya sudah berlangsung lama. Selain YouTube Go, Twitter juga baru-baru ini meluncurkan aplikasi versi ringan bertajuk Twitter Lite. Begitu pula Facebook tak ketinggalan dengan program Facebook Lite serta internet.org miliknya.

“Untuk YouTuber sendiri, ini merupakan kesempatan bagi mereka untuk kian dikenal kalangan penikmat video dengan jangkauan yang lebih luas lagi, dan tentunya mengurangi kekhawatiran apabila video mereka (apalagi yang berdurasi panjang) tidak akan ada yang menonton,” demikian ungkap Dimas Novriandi, pakar media sosial sekaligus Marketing PR dari JENIUS.

“Jadi dari sisi awareness dan view akan lebih meningkat—yang nantinya akan memberikan semangat lebih bagi kreator untuk terus memproduksi konten yang selalu baru dan fresh,” tambahnya.

Meningkatnya popularitas YouTuber otomatis akan membuat para pemasang iklan semakin getol menyuntikkan anggaran. Pakar media sosial lain yang ditemui Tech in Asia Indonesia, Wicaksono atau yang lebih dikenal dengan Ndoro Kakung, mengatakan, “Naiknya potensi penonton akan memengaruhi keputusan para pemasang iklan untuk menambah bujet promosi di layanan video digital. Meskipun konsekuensinya akan menurunkan anggaran iklan untuk media tradisional (televisi).”

read also

Kemampuan untuk menyimpan dan mengopi video secara offline mungkin berpotensi menimbulkan pelanggaran hak cipta. Namun Ndoro Kakung dan Dimas sama-sama percaya bahwa Google pasti juga melakukan langkah-langkah pencegahan.

“Tanpa YouTube Go pun sebenarnya pelanggaran hak atas kekayaan intelektual telah terjadi. Banyak video ilegal (bajakan), yang beredar, diunduh, dan disimpan saat ini. Yang penting adalah Google atau YouTube harus menyediakan mekanisme perlindungan HAKI untuk para produser konten,” kata Ndoro Kakung.

Beberapa program perlindungan hak cipta yang bisa diandalkan misalnya program YouTube Partner Program Safeguards yang sudah berjalan dari 2007. Publik pun bisa dengan mudah melaporkan terjadinya pelanggaran.

Sumber: Tech in Asia

About Author