Peredaran berita yang belum terverifikasi kebenarannya saat ini menjadi fokus perhatian Menkominfo Rudiantara. Usai menemui perwakilan Facebook Asia Tenggara minggu lalu, Rudiantara belum lama ini melakukan pertemuan guna membahas perihal maraknya peredaran informasi hoaks dengan perwakilan Twitter.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, melalui siaran pers di situs resmi Kominfo mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini telah menggalang langkah strategis dalam menanggulangi penyebaran fitnah, hoaks, dan berita bohong yang kini beredar luas di tengah masyarakat.
“Kemkominfo dan Twitter mempunyai keprihatinan yang sama atas permasalahan yang muncul di media sosial, terutama hoaks, aktivitas teroris di sosial media, konten yang berbau SARA, dan perilaku kasar di Twitter. Twitter akan melakukan sosialisasi pendidikan sekaligus memerangi bersama akun-akun teroris dengan menutup akun yang mempromosikan terorisme juga kebencian. Aksi menurunkannya sendiri akan lebih cepat,” jelas Semuel.
Dari hasil pertemuan Rudiantara dengan perwakilan Twitter Asia-Pacific, Kathleen Reen dan Agung Wicaksono dari Twitter Indonesia, Semuel menjelaskan bahwa pemerintah telah menjalin kesepakatan untuk meningkatkan Service Level Agreement (SLA) kepada publik Indonesia. Komitmen serupa juga dilakukan Menkominfo terhadap Facebook. Intinya, pemerintah minta respons yang lebih cepat dari Facebook dan juga Twitter dalam menurunkan konten berbahaya dan bermuatan hoaks.
Galakkan gerakan satu akun untuk satu orang
Sepanjang tahun 2016, Direktorat Reskrimsus Polda Metro Jaya mendeteksi ada ribuan akun media sosial dan media online yang menyebarkan informasi hoaks, provokasi hingga SARA. Selama 2016 hingga 2017, ada 1.572 konten negatif yang dilaporkan Kemkominfo ke Facebook yaitu konten kekerasan anak, pornografi, obat palsu, hingga berita hoaks.
Sedangkan untuk Twitter, sejauh ini media sosial tersebut menempati posisi pertama dalam pengaduan laporan konten dengan total mencapai 3.252 laporan per 13 Februari 2017.
Sebagai media sosial berbasis microblogging, pengendalian konten di Twitter sendiri bisa dibilang cukup rumit mengingat platform ini terbuka untuk digunakan oleh siapa saja. Namun untuk mengantisipasi pemakaian nama pejabat pemerintah atau figur publik untuk pembuatan akun palsu, Twitter akan melakukan verifikasi akun pengguna supaya tidak disalahgunakan orang.
“Intinya yang ingin kita dorong di media sosial ini satu akun untuk satu orang. Mungkin diawali dulu dengan pembuatan akun resmi yang terverifikasi. Kan banyak pejabat publik ataupun akun pemerintah yang punya akun, inginnya diverifikasi agar tidak diimitasi, supaya resmi”, ungkap Semuel.
Melalui kesempatan yang sama Semuel juga menjelaskan wacana Menkominfo dalam mensosialisasikan sertifikat ID Digital untuk kebutuhan luas dalam berinternet. Program sertifikat ID digital ini merupakan medium identifikasi seseorang atau entitas dalam sebuah jaringan seperti di internet.
Dengan tersebar luasnya penggunaan sertifikat ID digital ini diharapkan tidak akan ada lagi akun palsu karena masyarakat didorong hanya memiliki satu akun media sosial untuk satu orang.
Sumber: Tech in Asia