Aplikasi streaming musik, Spotify pada tanggal 31 Juli 2017 telah mengumumkan bahwa mereka saat ini telah memiliki sedikitnya enam puluh juta pelanggan berbayar di seluruh dunia. Angka ini mengindikasikan pertumbuhan yang cukup signifikan bagi jumlah pelanggan berbayar dalam layanan streaming musik asal Swedia tersebut.
Sebelumnya, Spotify mengumumkan bahwa mereka telah memiliki lima puluh juta pelanggan berbayar pada bulan Maret 2017 lalu. Apabila ditambahkan dengan jumlah pengguna layanan gratis mereka, angka jumlah pengguna aktif Spotify di bulan Juli ini bisa mencapai lebih dari 140 juta orang.
Peningkatan ini bisa dikaitkan dengan berbagai hal, mulai dari kualitas layanan yang diberikan Spotify hingga banyaknya pilihan konten musik yang tersedia dalam platform ini. Saat ini Spotify telah mempunyai lebih dari tiga puluh juta koleksi lagu dan berencana memperluas jenis konten yang mereka miliki dengan mendorong pertumbuhan jumlah podcast.
Strategi Spotify menuju pasar bursa saham
Berita seputar pertumbuhan jumlah pengguna aktif ini dibarengi pula dengan kabar kemungkinan masuknya Spotify ke pasar bursa saham di akhir tahun 2017. Dikutip dari Tech Crunch, Spotify dikabarkan tengah bersiap untuk melakukan direct listing, di mana perusahaan tersebut bermaksud untuk go public tanpa melakukan IPO.
Langkah ini dinilai cukup berani, karena Spotify akan melewatkan kesempatan IPO secara individual karena saham mereka akan dijual oleh pihak di luar perusahaan. Menurut The WallStreet Journal, Langkah Spotify untuk terjun ke pasar bursa saham ini akan diselesaikan paling lambat sebelum akhir tahun 2017.
Potensi layanan streaming musik di Indonesia
Di Indonesia sendiri, Spotify harus bersaing dengan beberapa layanan lain, seperti Joox dan Apple Music yang menjadi kompetitor mereka di belahan negara lain. Meskipun disebut-sebut memiliki basis pengguna streaming musik yang cukup besar di Indonesia, namun Spotify dan juga pesaingnya belum ada yang menyebutkan berapa jumlah pasti pengguna aktif mereka di negara ini.
Indonesia sebagai target pasar industri streaming musik juga memiliki tantangannya tersendiri, mulai dari kesiapan finansial (untuk marketing dan lain-lain) serta demografis perilaku penggunanya yang sangat beragam. Seandainya tidak dilatari dengan finansial memadai, bisa dipastikan layanan streaming musik tersebut bakal sulit menembus pasar di Indonesia.
Kegagalan pelaku layanan streaming musik di Indonesia sendiri telah dialami sejumlah pihak. Pada Februari 2016, layanan MixRadio milik LINE terpaksa tutup karena dianggap timpang dengan unit bisnis mereka, LINE Music yang hanya populer di kawasan Jepang dan Thailand.
Nasib serupa juga dialami oleh layanan streaming musik asal Australia Guvera yang pada tanggal 12 Mei 2017 kemarin resmi menutup layanan mereka akibat kesulitan finansial.
Tutupnya sejumlah layanan tadi menyisakan Apple Music, Spotify, Joox, dan Yonder Music di ranah persaingan raksasa layanan streaming musik tanah air. Di samping itu, ada pula beberapa layanan lainnya seperti NadaKita, LangitMusik, dan IramaNusantara yang bergerak “mengarsipkan” musik lokal mulai dari tahun 1950an.
Sumber: Tech in Asia